Sekarang saya memberikan tantangan kepada anda. Siapa yang berani menyeberang di jalan solo di sekitar Ambarukmo Plaza Yogyakarta saat jam sibuk TANPA NENGOK KANAN KIRI?. Ya, lakukan dengan “positive thinking” aja mudah-mudahan gak bakalan ketabrak hue he he. Kalau anda tahu betapa ngerinya sekarang nyeberang di jalan solo jogja anda tidak akan berani melakukannya. Karena nyeberang tanpa nengok kanan kiri sama saja setor nyawa. Lha wong saya nyeberang udah hati-hati aja tetep hampir ketabrak je mas. Wah berarti kita kalah donk sama orang yang niat bunuh diri. Berani tuh dia nyeberang jalan tanpa nengok kanan kiri. Apakah orang mau bunuh diri itu lebih “positive thinking” dibandingkan kita? Kita nyeberang jalan nengok kanan dan kiri itu “positive thinking” atau “negative thinking”?. Nah loh tambah rancu.
.
So, dari uraian di atas kita bisa melihat bahwa TIDAK SEPENUHNYA NEGATIVE THINKING ITU SALAH. Dan TIDAK SEPENUHNYA POSITIVE THINKING ITU BENAR. Tergantung situasi dan kondisinya, apalagi label POSITIVE dan NEGATIVE itu sangat SUBYEKTIF. Dan dalam pandangan saya adalah soal KADARNYA. Jika kita “TERLALU” POSITIVE THINKING bisa BERBAHAYA. “TERLALU” NEGATIVE THINKING juga BERBAHAYA. Saya punya beberapa teman yang profesinya TRADER SAHAM dan FUTURES. Saat melakukan TRADING banyak orang yang KEHILANGAN UANG (RUGI) karena TERLALU OPTIMIS dan KEHILANGAN PELUANG karena TERLALU PESIMIS. So, kuncinya adalah KESEIMBANGAN yang disesuaikan dengan KONTEKS. Dan soal berapa tepatnya KADAR dan KONTEKS ini HANYA ANDA YANG TAHU persisnya.
.
Menarik napas tidak lebih baik dari mengeluarkan napas. Hanya menarik napas saja tanpa mengeluarkan napas kita bisa mati, demikian juga sebaliknya. Begitu pula antara “positive thinking” dan “negative thinking”. Keduanya saling melengkapi. Keduanya adalah dua sisi dari satu koin yang sama. Kalau tidak ada “negative thinking” bagaimana kita mengenali “positive thinking?”. Dengan mengenali “yang negatif” kadang kita bisa mengetahui kemana “arah yang positif”, misalnya ketika kita takut dan cemas dengan ketidakpastian, bukankah itu mengarahkan kita untuk membuat rencana?
.
.
Kita membutuhkan “negative thinking” sebagai sumber “energi kewaspadaan dan antisipatif”. Kita membutuhkan “positive thinking” sebagai sumber “energi pemecahan masalah”. Kita bisa dengan mudah mengetahui APA SIH YANG KITA INGINKAN? Dengan memulainya dengan memetakan APA SIH YANG TIDAK KITA INGINKAN? Setelah kita tahu APA SIH YANG TIDAK KITA INGINKAN? maka kita bisa mengubahnya menjadi APA SIH YANG KITA INGINKAN? Asik kaaan? Hue he he he
.
Dengan demikian saya mengusulkan sebuah rumus yaitu NEGATIVE THINKING + POSITIVE THINKING + KONTEKS = RIGHT THINKING (untuk detik t). Yang artinya pemikiran negatif dikombinasikan dengan pemikiran positif yang kadarnya selalu disesuaikan dengan konteks akan menghasilkan pemikiran yang tepat untuk saat itu. Rumus ini saya kira memiliki kesamaan kerangka dengan cara kerja filsafat dimana TESIS ketemu ANTITESIS sama dengan SINTESA, dan terus begitu. Dalam filsafat proses itu disebut DIALEKTIKA. Tapi ingat jangan mikir terus, action action he he he
.
Saya tidak tahu apakah anda positive thinking atau negative thinking dengan note ini hue he he. Semoga bermanfaat sebagai bahan diskusi.
.
Tamat.
.
.
Salam Min Plus
ARIF RH | The Happiness Consultant
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.